PT Super Bank Indonesia (Superbank), bank digital yang
selama ini dikenal sebagai bagian dari ekosistem teknologi besar di Asia
Tenggara, resmi merilis prospektus penawaran umum perdana (IPO) dengan kode
saham $SUPA. Aksi korporasi ini menjadi salah satu yang paling banyak
dibicarakan di pasar, bukan hanya karena ukuran dananya yang mencapai Rp2,3–3,1
triliun, tetapi juga karena “kombinasi pemegang saham” yang mencerminkan
kekuatan ekosistem digital lintas negara.
Penawaran Saham dan Struktur Dana
SUPA berencana melepas sekitar 4,4 miliar saham baru,
setara dengan 13% modal ditempatkan dan disetor setelah IPO. Harga
penawaran berada di rentang Rp525–695 per saham, sebuah kisaran yang
langsung memantik perdebatan mengenai valuasi dan prospek pertumbuhannya.
Dari total dana yang dihimpun:
- 70%
dialokasikan sebagai modal kerja untuk memperluas penyaluran kredit,
- 30%
digunakan untuk capex, terutama penguatan infrastruktur digital.
Periode bookbuilding berlangsung pada 25 November–1
Desember 2025, disusul oleh penawaran umum pada 10–15 Desember 2025,
dan jadwal listing pada 17 Desember 2025.
Pemegang Saham: Ekosistem yang Menjadi Katalis
Setelah IPO, struktur kepemilikan SUPA memperlihatkan
fondasi teknologi yang kuat. PT Elang Media Visitama—bagian dari Elang
Mahkota Teknologi ($EMTK)—memegang porsi tertinggi, disusul PT Kudo
Teknologi Indonesia, A5–DB Holdings, GXS Bank, KakaoBank,
dan Singtel Alpha Investments.
Yang menarik adalah fakta bahwa Grab Holdings Ltd.
memiliki keterlibatan tidak langsung melalui tiga entitas: Kudo, A5–DB
Holdings, dan GXS Bank. Kombinasi ini menjadikan SUPA sebagai bank digital
dengan jaringan lintas-platform terluas di Indonesia.
Efeknya jelas terlihat:
Pada paruh pertama 2025, sekitar 64,4% nasabah baru SUPA berasal dari Grab
dan Ovo. Integrasi antarplatform memungkinkan akses distribusi yang lebih
efisien—sebuah keuntungan kompetitif yang sulit ditiru oleh bank digital lain.
Kinerja Keuangan: Dari Rugi ke Laba
Berdasarkan laporan keuangan 8M25, SUPA berhasil
membukukan laba bersih Rp44,5 miliar, berbalik tajam dari rugi
Rp192,5 miliar di periode yang sama tahun sebelumnya.
Lonjakan ini ditopang oleh:
- Net
Interest Income Rp950,4 miliar, tumbuh 175% YoY,
- NIM
naik ke 11,2% (8M24: 8,1%),
- Pembiayaan
tumbuh 99% YoY,
- Dana
Pihak Ketiga melonjak 291% YoY,
- LDR
turun ke 93%, jauh lebih sehat dibandingkan 183% pada 8M24.
Dengan kondisi tersebut, valuasi IPO SUPA berada pada level 2,3–2,8x
P/BV, masih di bawah pemain besar seperti $ARTO dan $BBHI,
tetapi tidak serendah $BBYB.
Prospek: Antara Harapan dan Kehati-hatian
SUPA telah memiliki 5 juta nasabah hingga September 2025,
naik sekitar 25% sejak Juni. Momentum ini diperkirakan akan terus berlanjut
seiring semakin eratnya integrasi ekosistem digital, apalagi di tengah isu
potensi penggabungan GoTo ($GOTO) dan Grab—dua raksasa teknologi
yang memiliki jejak mendalam pada perilaku finansial generasi muda.
Kami menilai bahwa kombinasi data, distribusi, dan
sinergi antarplatform menjadi katalis utama pertumbuhan SUPA dalam jangka
panjang. Efisiensi akuisisi nasabah dapat meningkatkan:
- pertumbuhan
DPK,
- perluasan
kredit,
- dan
kontribusi Non-Interest Income.
Risiko: Ketergantungan dan Teknologi
Namun, investor perlu mencermati dua risiko penting:
1. Concentration Risk
Ketergantungan tinggi terhadap ekosistem Grab dapat membuat kinerja SUPA
bergerak searah dengan performa afiliasinya. Jika terjadi perlambatan di sektor
ride-hailing atau pembayaran digital, dampaknya bisa langsung terasa pada
pembentukan dana dan penyaluran kredit SUPA.
2. Risiko Teknologi
Sebagai bank digital, SUPA menghadapi risiko khas:
- keamanan
data,
- stabilitas
operasional,
- dan
kemampuan mempertahankan keunggulan teknologi.
Kegagalan pada salah satu aspek ini dapat mengganggu
kepercayaan publik dan memperlambat pertumbuhan.
Penutup: Narasi Bank Digital Generasi Baru
IPO SUPA bukan sekadar aksi penawaran saham, tetapi penanda
babak baru persaingan bank digital di Indonesia. Dengan fondasi ekosistem yang
kuat, kinerja yang mulai solid, dan valuasi yang kompetitif, SUPA hadir dengan
kombinasi “pertumbuhan agresif” dan “efisiensi distribusi” yang menjanjikan.
Namun, seperti halnya seluruh bank digital lain yang masih
berada di fase ekspansi, investor perlu menimbang risiko konsentrasi dan
teknologi dengan cermat.
SUPA adalah cerita tentang bank digital yang memanfaatkan
kekuatan ekosistem besar — dan pasar kini menunggu apakah energi itu dapat
berubah menjadi profitabilitas yang berkelanjutan.
Tambah Komentar Baru